Loading...
RadarUmat - Ada berita yang luput dari perhatian pada 21 Februari lalu. Saat itu, Jaksa Agung M Prasetyo dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Polisi Budi Waseso (Buwas) menghadiri eksekusi penyitaan barang pribadi miliki Pony Tjandra alias Akiong, bos gembong narkoba Freddy Budiman yang telah dieksekusi mati pada 29 Juli 2016 lalu. Dan tahukah dimana lokasi acara tersebut?
Peristiwa itu dikaksanakan di rumah pribadi Akiong di kawasan Perumahan Pantai Mutiara Blok R, Penjaringan, Jakarta Utara. Rumahnya sangat mewah. Harganya Rp 17 miliar. Dan
yang cukup mengagetkan, di bagian belakang rumah tersebut ternyata terdapat dermaga pribadi untuk bersandar kapal kecil yang langsung terhubung dengan laut Jakarta.
Di dermaga itu terlihat jelas kemewahan Akiong. Kayu yang digunakan untuk lantai,berasal dari kayu besi yang tahan panas, hujan maupun air laut. Di sudut dermaga , terdapat dua motor boat yang diduga milik Akiong. Dari dermaga inilah narkoba masuk ke Indonesia.
"Sekarang ini, masuknya bahan-bahan narkoba ke Indonesia bukan lagi melewati bandara, maupun pelabuhan resmi lainnya. Tetapi melalui dermaga seperti ini," ujar Prasetyo seperti dilansir tribunnews.com
Menurutnya, narkoba tersebut dipasok melalui jaringan pelabuhan tikus atau lewat jalur laut yang tidak resmi dan minim penjagaan petugas keamanan.Bahkan bisa saja melalui pantai yang memang biasanya jarang dilakukan pengawasan.
Dalam jumpa pers yang digelar di dermaga pribadi Akiong itu, Jaksa Agung HM Prasetyo menyerahkan barang rampasan dari Akiong senilai Rp 27,2 miliar kepada Komjen Buwas.
"Ini merupakan barang bukti kejahatan narkotika yang dilakukan oleh Pony Tjandra, bos besar Freddy Budiman,"tegas Buwas .
Pony Tjandra divonis 20 tahun penjara untuk kasus narkoba dan enam tahun penjara untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Meski tengah mendekam di balik jeruji besi, Pony Tjandra nyatanya masih mampu menafkahi keluarganya sebesar Rp 100 juta setiap bulannya, dari bisnis narkotika yang Ia lakukan," Lanjut Buwas .
Terungkapnya kasus ini pada Oktober 2014 lalu merupakan hasil pengembangan kasus dari tertangkapnya sejumlah bandar Narkoba, diantaranya Edy alias Safriady serta dua orang bandar lainnya, yaitu Irsan alias Amir dan Ridwan alias Johan Erick.
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa seluruh pembayaran hasil berbisnis narkotika dari para bandar tersebut ditujukan ke belasan rekening milik Pony Tjandra yang diperkirakan mencapai angka Rp 600 miliar.
Berita ini luput dari perhatian, padahal ada dua hal menarik. Pertama, dijadikannya dermaga sebagai pintu masuk harusnya mengingatkan kita tentang proyek raksasa reklamasi yang diilaksanakan Gubernur DKI Jakarta berstatus terdakwa penistaan agama yakni Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Bisa dibayangkan, betapa banyak dermaga pribadi saat reklamasi tersebut sudah rampung.
Kedua, bukankah perumahan Pantai Mutiara juga tempat tinggal Ahok? Dari penelusuran wajada.net di berbagai situs berita, kediaman Ahok ada di Blok J No. 39. Sungguh ironis karena seorang bos besar narkoba bisa berada satu komplek dengan gubernur.
Bisa dibayangkan, dekat dengan rumah penguasa saja masih ada yang berani menjadi penjahat kelas kakap, apalagi yang jauh? Bisa dipastikan pengawasannya sangat minim dan berpotensi melahirkan pelaku kejahatan yang merugikan masyarakat, bangsa dan negara. [wjd]
Peristiwa itu dikaksanakan di rumah pribadi Akiong di kawasan Perumahan Pantai Mutiara Blok R, Penjaringan, Jakarta Utara. Rumahnya sangat mewah. Harganya Rp 17 miliar. Dan
yang cukup mengagetkan, di bagian belakang rumah tersebut ternyata terdapat dermaga pribadi untuk bersandar kapal kecil yang langsung terhubung dengan laut Jakarta.
Di dermaga itu terlihat jelas kemewahan Akiong. Kayu yang digunakan untuk lantai,berasal dari kayu besi yang tahan panas, hujan maupun air laut. Di sudut dermaga , terdapat dua motor boat yang diduga milik Akiong. Dari dermaga inilah narkoba masuk ke Indonesia.
"Sekarang ini, masuknya bahan-bahan narkoba ke Indonesia bukan lagi melewati bandara, maupun pelabuhan resmi lainnya. Tetapi melalui dermaga seperti ini," ujar Prasetyo seperti dilansir tribunnews.com
Menurutnya, narkoba tersebut dipasok melalui jaringan pelabuhan tikus atau lewat jalur laut yang tidak resmi dan minim penjagaan petugas keamanan.Bahkan bisa saja melalui pantai yang memang biasanya jarang dilakukan pengawasan.
Dalam jumpa pers yang digelar di dermaga pribadi Akiong itu, Jaksa Agung HM Prasetyo menyerahkan barang rampasan dari Akiong senilai Rp 27,2 miliar kepada Komjen Buwas.
"Ini merupakan barang bukti kejahatan narkotika yang dilakukan oleh Pony Tjandra, bos besar Freddy Budiman,"tegas Buwas .
Pony Tjandra divonis 20 tahun penjara untuk kasus narkoba dan enam tahun penjara untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Meski tengah mendekam di balik jeruji besi, Pony Tjandra nyatanya masih mampu menafkahi keluarganya sebesar Rp 100 juta setiap bulannya, dari bisnis narkotika yang Ia lakukan," Lanjut Buwas .
Terungkapnya kasus ini pada Oktober 2014 lalu merupakan hasil pengembangan kasus dari tertangkapnya sejumlah bandar Narkoba, diantaranya Edy alias Safriady serta dua orang bandar lainnya, yaitu Irsan alias Amir dan Ridwan alias Johan Erick.
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa seluruh pembayaran hasil berbisnis narkotika dari para bandar tersebut ditujukan ke belasan rekening milik Pony Tjandra yang diperkirakan mencapai angka Rp 600 miliar.
Berita ini luput dari perhatian, padahal ada dua hal menarik. Pertama, dijadikannya dermaga sebagai pintu masuk harusnya mengingatkan kita tentang proyek raksasa reklamasi yang diilaksanakan Gubernur DKI Jakarta berstatus terdakwa penistaan agama yakni Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Bisa dibayangkan, betapa banyak dermaga pribadi saat reklamasi tersebut sudah rampung.
Kedua, bukankah perumahan Pantai Mutiara juga tempat tinggal Ahok? Dari penelusuran wajada.net di berbagai situs berita, kediaman Ahok ada di Blok J No. 39. Sungguh ironis karena seorang bos besar narkoba bisa berada satu komplek dengan gubernur.
Bisa dibayangkan, dekat dengan rumah penguasa saja masih ada yang berani menjadi penjahat kelas kakap, apalagi yang jauh? Bisa dipastikan pengawasannya sangat minim dan berpotensi melahirkan pelaku kejahatan yang merugikan masyarakat, bangsa dan negara. [wjd]
Loading...