-->

TOP-LEFT ADS

Minggu, 25 Desember 2016

Bedah Yuk 7 Klaim Prestasi Ahok Yang Sering Disebut Pendukungnya Meski Bukan Hasil Kerjanya

Loading...
NASIONAL.INFO - Jakarta telah berada pada era “pencitraan” dimana terkadang persepsi terlalu jauh berbeda dengan realita yang ada. Di negeri yang menganut sistem pemilihan suara terbanyak, terkadang banyak opini yang dihembuskan untuk mengaburkan fakta yang sebenarnya.

Inilah 7 klaim tentang Penguasa Jakarta yang dapat dikelompokan sebagai kisah yang berbeda antara persepsi dan realita yang ada.

1. Hanya di masa sang penguasalah, program “pengerukan” sungai benar-benar berjalan.

Faktanya, program “pengerukan” sungai merupakan bagian dari masterplan pengendalian banjir yang memang dijalankan sejak sebelum penguasa berkuasa. Lebih uniknya, program tersebut merupakan program Pemerintah Pusat.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki 6 Proyek Penanganan Banjir Jakarta yang sudah & akan dikerjakan oleh Kementerian PU selama 2011-2016, meliputi Normalisasi Kali Pesanggrahan, Kali Angke, dan Kali Sunter (2011-2014), Penambahan pintu air Manggarai dan pintu air Karet serta optimalisasi Kanal Banjir Barat (KBB) (2012-2014), Normalisasi Kali Ciliwung lama (2012-2014), Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) atau Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP) (2013-2015), yang mengeruk & menormalisasi 13 sungai, Normalisasi Kali Ciliwung (2013-2016), dan Sodetan Kali Ciliwung-Kanal Banjir Timur (2013-2015)[1]

Mengatakan hanya di masa penguasa Jakarta saat ini, program “pengerukan” sungai benar-benar berjalan juga keliru mengingat Penguasa Jakarta sebelumnya (Fauzi Bowo), yang telah dicap gagal, juga telah melakukan beberapa kontribusi terkait penanganan banjir di Jakarta, seperti menyelesaikan Proyek Kanal Banjir Timur sepanjang 23.6 Km yang membebaskan 2,7 juta warga di 15.000 ha daerah rawan banjir dan juga melakukan normalisasi 10 sungai (Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) DKI Jakarta 2007-2012).

Lebih lanjut, kenyataan sesungguhnya, pada penguasa Jakarta saat ini, justru pelaksanaan proyek penanganan banjir di Jakarta agak tersendat. Proyek JEDI dibagi menjadi 7 Paket pekerjaan dimana Pemda DKI bertanggung jawab atas tiga paket pekerjaan. Dari 7 Paket pekerjaan, 3 paket pekerjaan telah diselesaikan oleh Pusat sedangkan DKI baru menyelesaikan 1 paket pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya[2]. Sementara itu, proyek Sodetan kali Ciliwung-Kanal Banjir Timur, yang panjangnya tidak sampai 2,5 Km, justru mangkrak di masa penguasa karena kegagalan penguasa membebaskan lahan sesuai prinsip-prinsip penggusuran yang baik sehingga dikalahkan dalam PTUN sehingga Pemerintah Pusat belum dapat melanjutkan[3]

Jadi sungguh aneh, ketika terdapat persepsi “hanya di masa penguasa sekaranglah, program “pengerukan” sungai benar-benar berjalan”.

2. Hanya di masa sang penguasalah, penggusuran memperoleh solusi

Faktanya, sejak tahun 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama-sama Gubernur DKI Jakarta saat itu, Fauzi Bowo, menyepakati untuk menjalankan Kerangka Kebijakan Pemukiman Kembali (KKPK)[4].

KKPK ini merupakan adopsi praktek internasional terkait penggusuran yang baik yang telah disetujui oleh Bank Dunia. KKPK berisi intinya meminimalkan permukiman kembali, harus mengganti tidak hanya aspek bangunan (fisik) tetapi juga aspek kesejahteraan & ekonomi yang hilang baik yang berada pada lahan milik negara/pemerintah maupun tidak, komunikasi yang intensif (dua arah) & terdapat persetujuan antara warga terdampak & pemda terkait apa yang akan dilakukan untuk pergantian, & jika terpaksa dilakukan pemindahan harus dipastikan bahwa lokasi pemindahan itu telah tersedia sebelumnya baru dipindahkan. KKPK disepakati diterapkan untuk proyek JEDI & Total Solution for Ciliwung, yaitu proyek normalisasi & penataan Kali Ciliwung[5].

Dua proyek yang memang baru dikerjakan setelah 2012. Artinya, penggusuran dengan solusi memang program yang sudah dirancang oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono & Gubernur Fauzi Bowo.

Sebelum penerapan KKPK, penggusuran dengan solusi juga bukanlah hal baru. Pembangunan rusun juga dilakukan oleh Penguasa Jakarta sebelumnya (Fauzi Bowo), yang telah dicap gagal, untuk menampung korban penggusuran proyek Kanal Banjir Timur. Tahun 2008, Gubernur Fauzi Bowo meresmikan Rusunawa Pulogebang.

Rusunawa ini diperuntukkan untuk warga tidak mampu, termasuk korban penggusuran kanal banjir timur[6]. Selama periode 2007-2011, Fauzi Bowo membangun 12.337 rusun, terdiri dari Rusunami 3.366 Unit dan Rusunawa 8.971 Unit, yang di dalamnya terdapat Rusun Marunda dan Muara Baru (Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) DKI Jakarta 2007-2012).

Lebih lanjut, kenyataan sesungguhnya, penguasa Jakarta saat ini justru pernah berkeberatan memenuhi syarat KKPK minimal, yaitu membangun rusun sebelum menggusur warga, sehingga dikritik Bank Dunia[7].

Lebih lanjut, Studi LBH menunjukkan bahwa Tahun 2015, terdapat 113 penggusuran yang 8.145 KK & 6.283 unit usaha. Lebih dari 60% penggusuran tdk diberikan solusi apapun bagi warga. Lebih dari 80% dilakukan secara sepihak tanpa musyawarah[8]. Lebih lanjut, mereka yang memperoleh rusun-pun, dikemudian hari ternyata ada kesulitan untuk membayar uang sewa[9] & memperoleh kondisi rusun yang tidak memadai[10].

Jadi sungguh aneh, ketika terdapat persepsi “hanya di masa penguasa sekaranglah, penggusuran memperoleh solusi”.

3. Penguasa sekarang memiliki kinerja yang baik

Faktanya, parameter-parameter kunci kinerja penguasa sekarang justru buruk. Pada aspek ketimpangan ekonomi, di masa Ahok selalu di atas 0.4 & di atas ketimpangan Nasional. Bahkan, BPS pernah sempat menyebut meningkat menjadi 0.46[11]. Hal ini lebih buruk dari Foke yg sempat membawa DKI mencapai ketimpangan ekonomi di bawah 0.4 meski pada 2012 mencapai 0.42.

Ketimpangan ekonomi di masa Ahok selalu di atas 0.4 & di atas ketimpangan Nasional. Bahkan, BPS pernah sempat menyebut meningkat menjadi 0.46 (link). Hal ini lebih buruk dari Foke yg sempat membawa DKI mencapai ketimpangan ekonomi di bawah 0.4 meski pada 2012 mencapai 0.42.

Pada aspek kemiskinan, Penguasa sekarang justru meningkatkan jumlah orang Miskin menjadi 384, 3 Ribu per Maret 2016[12] dari 363,2 Ribu per Maret 2012. Capaian ini lebih buruk dari capaian Penguasa sebelumnya (Fauzi Bowo) yang telah dicap gagal, dimana ia berhasil menurunkan kemisikinan dari dari 405, 700 jiwa (Maret 2007) menjadi 363,200 jiwa (Maret 2012)[13].

Pada aspek pertumbuhan ekonomi, tahun 2015, Jakarta hanya tumbuh 5.88%. Pertumbuhan ini paling rendah sejak tiga tahun sebelumnya[14]. Capaian ini lebih buruk dari Penguasa sebelumnya (Fauzi Bowo) yang telah dicap gagal, yang rata-rata pertumbuhan 6.17% (LPPD DKI Jakarta 2007-2012). Buruknya capaian ini diantaranya disebabkan serapan anggaran yang rendah (72.11%). Dan serapan yang rendah terjadi kembali pada tahun 2016[15].

Pada aspek kemacetan, kemacetan makin menjadi. Riset tempatkan Jakarta Kota paling macet di 178 Negara[16]

Pada aspek banjir, penguasa sekarang masih gagal atasi banjir. Banjir saat ini bahkan telah menjangkau wilayah kerja sang Penguasa[17].

Pada aspek ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH), Penguasa Jakarta saat ini gagal membuka RTH secara optimal. Tahun 2013-2015, Jakarta hanya mampu menambah RTH sebesar 73.43 Ha (24.28 Ha/Tahun). Lebih buruk dari Penguasa sebelumnya (Fauzi Bowo), yang telah dicap gagal, yang mampu menambah RTH 108.11 Ha sepanjang 2007-2011 (27.027 Ha/tahun) (LPPD DKI Jakarta 2007-2012, LKPJ Gubernur DKI 2013, 2014, & 2015).

Pada aspek pengelolaan sampah & RTH dan pencemaran air & udara, Penguasa Jakarta saat ini juga gagal mengingat sepanjang 2014-2016, Hanya 1 kotamadya yang meraih Piala Adipura, yaitu Jakpus. Padahal Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adipura menggunakan dua parameter penilaian meliputi penilaian non fisik dan pemantauan fisik terhadap pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau, pengendalian pencemaran air dan pengendalian pencemaran udara. Hal ini lebih buruk dari capaian Penguasa sebelumnya (Fauzi Bowo), yang telah dicap gagal, dimana pada tahun 2012 saja berhasil mengantar 4 Kotamadya meraih piala Adipura & 1kotamadya sertifikat adipura serta meraih penghargaan adipura terbanyak, termasuk penghargaan pasar terbaik, taman kota terbaik, & status lingkungan hidup terbaik[18]

Pada aspek kebakaran, Jakarta makin rawan kebakaran. Sampai tanggal 17 Oktober 2016, terjadi 949 Kejadian Kebakaran[19]. Capaian ini lebih buruk dari Foke, yang pada periode 2010-2011, terjadi kebakaran 1646 (823 Kejadian/tahun)[20].

Pada aspek keamanan, Hasil survei salah satu media terkemuka Inggris, The Economist, menempatkan Jakarta sebagai kota paling tidak aman di dunia[21]. Lebih lanjut, Lembaga Thomson Reuters Foundation merilis bahwa transportasi umum Jakarta tak aman untuk wanita. Jakarta menempati posisi kelima kota dengan angkutan umum paling tidak aman[22].

Selain dari parameter di atas, buruknya kinerja Penguasa Jakarta saat ini juga dilihat dari mangkraknya proyek-proyek strategis Pemda. Sebagai contoh dapat disebutkan 15 proyek yang mangkrak adalah sebagai berikut.

Pertama, proyek monorail mangkrak & secara resmi dihentikan[23].

Kedua, proyek MRT tidak bisa selesai pada periode 2012-2017 & bahkan dipastikan tidak dapat beroperasi pada 2018. Capaian ini tentunya buruk mengingat Foke, yang telah dicap gagal, melakukan ground breaking 2012 dengan target operasi 2016, yang berarti Penguasa Jakarta saat ini harusnya dapat mencapai lebih baik[24]

Ketiga, proyek ERP mangkrak dimana selama 4 tahun tidak kunjung berjalan[25]. Capaian ini tentunya buruk mengingat Foke, yang telah dicap gagal, sudah mempersiapkan master plan untuk dijalankan 2014[26].

Keempat, proyek penambahan koridor busway menjadi 15 koridor tidak terealisasi. Jokowi hanya mampu menambah sebuah koridor baru yaitu koridor 12 yang merupakan lanjutan pekerjaan Foke sedangkan Penguasa Jakarta saat ini belum menambah sebuah koridor pun. Capaian ini tentunya lebih buruk dari Foke, yang telah dicap gagal, dimana ia mampu menambah 4 koridor baru (LPPD DKI Jakarta 2007-2012, LKPJ Gubernur DKI 2012, 2013, 2014, & 2015)

Kelima, proyek penambahan 1000 busway tidak terealisasi. Selama Penguasa Jakarta saat ini menjabat (2014-2015), hanya mampu menambah 72 bus dan mendapat 30 bus sumbangan pengusaha (LPPD DKI Jakarta 2007-2012, LKPJ Gubernur DKI 2012, 2013, 2014, & 2015).

Keenam, proyek LRT setelah ground breaking mangkrak[27].

Ketujuh, proyek Sodetan kali Ciliwung-Kanal Banjir Timur mangkrak[28]. Capaian ini tentunya lebih buruk dari Foke, yang telah dicap gagal, dimana ia mampu menyelesaikan Proyek Kanal Banjir Timur sepanjang 23.6 Km yang membebaskan 2,7 juta warga di 15.000 ha daerah rawan banjir (Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) DKI Jakarta 2007-2012).

Kedelapan, proyek penataan pemukiman kumuh kampung deret mangkrak[29]. Capaian ini tentunya lebih buruk dari Foke, yang telah dicap gagal, yang sukses merubah 274 RW kumuh dengan proyek MHT plus (LPPD DKI Jakarta 2007-2012, LKPJ Gubernur DKI 2012, 2013, 2014, & 2015).

Kesembilan, proyek kampung susun yang pernah dijanjikan dalam kampanye Pilkada 2012 tidak pernah direalisasikan meskipun ide rancangan telah didiskusikan & diusulkan. Penguasa Jakarta dianggap ingkar janji[30]

Kesepuluh, proyek pembangunan rusunawa senilai 2 Triliun sebanyak 3.000 unit batal[31]. Faktanya, sepanjang 2014-1015, Penguasa Jakarta saat ini hanya mampu membangun 3.587 unit Rusunawa (1.794/tahun) & hampir 28.9% Pusat yang membangun. Capaian ini tentunya lebih buruk dari Fauzi Bowo, yang telah dicap gagal, dimana ia membangun 12.337 rusun (3.084/tahun), terdiri dari Rusunami (rumah susun milik sendiri) 3.366 Unit dan Rusunawa 8.971 Unit (LPPD DKI Jakarta 2007-2012, LKPJ Gubernur DKI 2012, 2013, 2014, & 2015).

Kesebelas, Proyek pembangunan Intermediate Technology Facility (ITF) untuk pengolahan sampah mangkrak[32]. Padahal tinggal melanjutkan tender Foke yang tertunda karena transisi pemilihan Gubernur (2012)[33]. Capaian tersebut tentunya lebih buruk dari Foke, yang telah dicap gagal, dimana ia mampu menyelesaikan proyek TPST Bantar Gebang yang mampu mengubah sampah menjadi listrik & diberikan penghargaan Anugerah Dharma Karya Energi dari Kementerian ESDM & membangun ITF Cakung Cilincing dengan teknologi mechanical biological treatment, yang mengubah sampah jadi kompos[34].

Kedua belas, proyek mall khusus untuk PKL mangkrak (LKPJ Gubernur DKI 2012, 2013, 2014, & 2015).

Ketiga belas, proyek pemasangan 6000 CCTV jauh dari target (hingga Juni 2016, belum mencapai 56%) & juga CCTV dikeluhkan ada yang tidak berfungsi[35]

Keempat belas, proyek rehabilitasi 45 sekolah mangkrak[36]

Kelima belas, proyek pembangunan waduk yang diwarisi dari masa Jokowi mangkrak[37]

Mengingat uraian sebelumnya, jadi sungguh aneh, ketika terdapat persepsi “Penguasa sekarang memiliki kinerja yang baik”.

4. Penguasa Jakarta saat ini berhasil mewujudkan pemerintahan yang transparan.

Faktanya, standar Keterbukaan Informasi Publik (KIP) & transparansi Pengelolaan Daerah diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik & Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 188.52/1797/SJ/2012 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah. Hal ini berarti transparansi & keterbukaan publik adalah program yang memang diwajibkan & diinisiasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Lebih lanjut, Komisi Informasi Publik setiap tahun melakukan penilaian terhadap KIP berdasarkan standar UU Keterbukaan Informasi Publik. Fakta Tahun 2015 menunjukkan bahwa DKI tidak masuk 10 besar terkait hasil penilaian Komisi Informasi Publik[38]. Capaian ini lebih buruk dari Foke yang membawa DKI peringkat 2 KIP tahun 2012[39].

Sementara itu, terkait instruksi mendagri, kemendagri melakukan verifikasi setiap tahun terkait informasi anggaran yang harus dipublikasikan. Fakta menunjukkan bahwa hasil verifikasi Kemendagri pada Tahun 2015, DKI hanya memperoleh capaian 8.33% terkait informasi anggaran yang harus dipublikasikan[40]. Ini menunjukkan Jakarta masih belum transparan.

Kondisi di atas berhubungan dengan APBD, selain itu salah satu yang tidak bisa dilepaskan adalah pengelolaan dana CSR Perusahaan. Fakta menunjukkan bahwa pengelolaan dana CSR oleh Pemprov DKI tidak transparan[41]. Bahkan, salah satu partai pendukung Penguasa Jakarta tersebut secara terang-terangan pernah meminta agar penguasa Jakarta saat ini transparan dalam mengelola dana CSR (ttp://www.gatra.com/nusantara/jabodetabek/206881-pdip-dki-harus-transparan-terima-dana-csr).

Ketidaktransparanan pengelolaan Dana CSR ini membuat penggunaan dana CSR sulit diketahui masyarakat. Sehingga kondisi akhirnya, ada yang mengagetkan saat penguasa mengatakan bahwa salah satu penggusuran dibiayai dengan dana CSR[42].

Mengingat uraian sebelumnya, jadi sungguh aneh, ketika terdapat persepsi “Penguasa Jakarta saat ini berhasil mewujudkan pemerintahan yang transparan”.

5. Penguasa Jakarta saat ini berhasil mewujudkan Pemerintahan yang bersih & anti korupsi

Faktanya, Hasil audit TA 2015 membuahkan 50 temuan bermasalah senilai Rp30,15 triliun atau hampir 50% APBD DKI[43]. Kondisi ini membuat DKI Jakarta selama di bawah pemerintahan Penguasa saat ini selalu memperoleh status WDP, yang artinya lebih buruk dari status saat masih dijabat Fauzi Bowo (Foke).

Capaian ini tentunya lebih buruk dari Foke, yang sudah dicap gagal, dimana ia dapat membawa DKI berubah dari status Discleimer pada tahun 2007 menjadi WTP pada tahun 2011 & 2012[44].

Lebih lanjut, pada masa penguasa saat ini, muncul empat korupsi besar yang diduga mengkait pada Penguasa Jakarta saat ini. Sesuatu yang tidak terjadi pada saat Foke dalam Pilkada 2012, yang dengan kondisi tersebutpun ia tetap dianggap tidak bersih & korup. Keempat kasus tersebut adalah kasus UPS, kasus sumber waras, kasus rusun Cengkareng, & kasus reklamasi pantai.

Pada kasus UPS, kasus ini berawal dari temuan BPK RI[45]. Penguasa Jakarta meski sempat mengelak terbukti ikut menanda tangani dokumen anggaran UPS[46].

Pada kasus sumber waras, kasus ini ditemukan oleh BPK RI bersamaan dengan kasus UPS. Penguasa Jakarta saat ini terlibat dalam proses pembelian sejak awal. Lahan yang dibeli ternyata masih dalam kondisi bersengketa[47]. BPK menyebutkan bahwa penyimpangan dalam kasus ini bersifat sempurna[48].

BPK juga menyebutkan bahwa hasil auditnya bersifat final & DKI harus mengembalikan kerugian negara[49]. Lebih lanjut, KPK yang disebut sudah menghentikan perkara ini ternyata mengatakan bahwa perkara ini masih terus berjalan[50].

Pada kasus rusun Cengkareng, kasus ini ditemukan oleh BPK RI & disebut Wakil Gubernur DKI sebagai kasus yang lebih besar dari kasus Sumber Waras[51]. Penguasa Jakarta saat ini memberikan disposisi terkait pembelian lahan secara langsung kepada BPKAD & Dinas Perumahan[52]. Uniknya, pembelian ini sebetulnya telah diingatkan tetapi tetap ngotot untuk membeli[53]. Saat ini, proses masih berlangsung di Bareskrim Polri[54].

Pada kasus Reklamasi, KPK menyebutnya sebagai grand corruption & kompleks sehingga butuh waktu untuk mengungkapnya[55]. Korupsi ini melibatkan Grup perusahaan Agung Podomoro, dimana Penguasa Jakarta saat ini sempat tidak berkeberatan disebut sebagai Gubernur Podomoro mengingat proyek-proyek yang dikerjakan untuk DKI[56]. Tetapi, setelah kasus terkuak, penguasa menjadi emosi jika disebut Gubernur Podomoro[57].

Kasus ini terkait raperda reklamasi dimana yang mengajukan raperda tersebut adalah Penguasa Jakarta saat ini[58]. Sunny (Staf Khusus Penguasa Jakarta saat ini) diduga menjadi perantara[59]. Lebih lanjut, disinyalir terdapat aliran dana ke Teman Ahok[60]

Mengingat uraian sebelumnya, jadi sungguh aneh, ketika terdapat persepsi “Penguasa Jakarta saat ini berhasil mewujudkan Pemerintahan yang bersih & anti korupsi”.

6. Penguasa Jakarta saat ini adalah Gubernur yang Jujur

Faktanya, Dr. Ardi Wirda Mulia dalam dalam akunnya @awemany via twitter, Jumat 30 September 2016 telah menyebutkan tidak, hanya 1, 2, 3 atau 10 kebohongan yang dilakukan oleh Penguasa Jakarta saat ini tetapi 20 Kebohongan. Twit tersebut telah direkam dalam[61]

Mengingat uraian sebelumnya, jadi sungguh aneh, ketika terdapat persepsi “Penguasa Jakarta saat ini adalah Gubernur yang Jujur”.

7. Penguasa Jakarta saat ini adalah Gubernur yang Berani terhadap siapa saja

Faktanya, Penguasa Jakarta saat ini begitu berani terhadap rakyat kecil. Ia menggusuri rakyat kecil meskipun sudah diperintah PTUN hentikan tindakan[62] dan dikritik oleh Komnas HAM[63], Bank Dunia[64], dan LBH[65]. Tetapi, kondisi ini berbeda ketika ia berhadapan dengan pengembang yang memang menurut penguasa banyak berkontribusi pada proyek DKI[66].

Sebagai contoh, meski diminta KPK menghentikan proyek reklamasi[67], Penguasa Jakarta saat ini tidak berani menghentikan proyek reklamasi karena takut dituntut Pengembang[68]. Ia juga tidak berani membongkar bangunan liar di pantai reklamasi meskipun tidak berIMB[69]

Fakta juga menunjukkan bahwa Penguasa Jakarta saat ini memang belum menggusuri pemukiman elit yang disebut pengamat bermasalah[70].

Kondisi ini tentunya berbeda dengan Foke, yang sudah dicap sebagai Gubernur yang tidak berani terhadap pengembang, dimana ia terbukti tidak hanya melakukan penggusuran terhadap rakyat kecil, tetapi juga penggusuran terhadap pengusaha dalam hal ini berhasil merubah 27 SPBU menjadi Ruang Terbuka Hijau & memperoleh penghargaan dari MURI[71] dan Kementerian Lingkungan Hidup atas upaya tersebut[72].

Mengingat uraian sebelumnya, jadi sungguh aneh, ketika terdapat persepsi “Penguasa Jakarta saat ini adalah Gubernur yang Berani terhadap siapa saja” [citizen]

Loading...
Back To Top