Loading...
NASIONAL.INFO - Tersangka kasus dugaan makar Sri Bintang Pamungkas (SBP) menolak untuk menjadi saksi mahkota selama pemerintah belum mencabut tudingan terhadapnya dan meminta maaf.
"Baru diduga kok sudah ditangkap dan ditahan selama 2 bulan. Karena itu saya tetap bertahan dalam posisi saya tidak mau bicara. Saya akan bicara sampai semua puas, Jokowi-JK puas, Tito puas, setelah tuduhan terkait makar dicabut dan mereka minta maaf.
Lebih lanjut, ia menyayangkan proses penangkapannya yang tidak sopan dengan mendobrak pintu dan memaksa keluar hingga pemborgolan. Terlebih saat dirinya dipaksa untuk mengakui tuduhan makar.
"Kita ini ada di negara hukum, bukan negara kekuasaan. Saya berpkir ini negara Jokowi-JK-Tito. Sungguh tidak pancasilais apalagi sopan," kesalnya.
Dijelaskan Sri Bintang bahwa jauh sebelum Jokowi-JK menjadi pemimpin negeri ini, dia sudah menegaskan diri beroposisi melawan berbagai kebijakan rezim yang menyimpang dari konstitusi, Pancasila, dan cita-cita kemerdekaan 1945. Artinya, perlawanan tersebut adalah reaksi atas kebijakan dan langkah rezim yang dianggap mencederai rakyat, bangsa, dan negara.
"Tapi pikiran dan pendapat kami tidak pernah mendapat perhatian. Bahkan, ketika kami melihat kenyataan negara ada dalam bahaya besar sebagai akibat semakin merajalelanya kepentingan asing dan aseng di era Jokowi-JK ini tanpa menjawab apapun, segera kami diringkus dengan tuduhan bohong. Tanpa ada dialog!" sambungnya.
Atas alasan itu, Sri Bintang mengaku tidak akan berbicara ke penyidik seputar tudingan makar, karena tudingan tersebut dianggapnya memang tidak ada.
"Sekarang saya diminta bicara sebagai "saksi mahkota " untuk tersangka lain dalam perkara yang sama, bagi saya membikin saksi mahkota adalah tindakan keji para penyidik. Para ahli hukum pun menilai itu sebagai upaya "kehabisan akal " tidak rasional, tidak profesional, hanya terjadi di negara fasis dan komunis, model George W. Bush, penjahat Guantanamo! Karena itu, saya menolak menjadi saksi mahkota," tegasnya. [rmol]
"Baru diduga kok sudah ditangkap dan ditahan selama 2 bulan. Karena itu saya tetap bertahan dalam posisi saya tidak mau bicara. Saya akan bicara sampai semua puas, Jokowi-JK puas, Tito puas, setelah tuduhan terkait makar dicabut dan mereka minta maaf.
Lebih lanjut, ia menyayangkan proses penangkapannya yang tidak sopan dengan mendobrak pintu dan memaksa keluar hingga pemborgolan. Terlebih saat dirinya dipaksa untuk mengakui tuduhan makar.
"Kita ini ada di negara hukum, bukan negara kekuasaan. Saya berpkir ini negara Jokowi-JK-Tito. Sungguh tidak pancasilais apalagi sopan," kesalnya.
Dijelaskan Sri Bintang bahwa jauh sebelum Jokowi-JK menjadi pemimpin negeri ini, dia sudah menegaskan diri beroposisi melawan berbagai kebijakan rezim yang menyimpang dari konstitusi, Pancasila, dan cita-cita kemerdekaan 1945. Artinya, perlawanan tersebut adalah reaksi atas kebijakan dan langkah rezim yang dianggap mencederai rakyat, bangsa, dan negara.
"Tapi pikiran dan pendapat kami tidak pernah mendapat perhatian. Bahkan, ketika kami melihat kenyataan negara ada dalam bahaya besar sebagai akibat semakin merajalelanya kepentingan asing dan aseng di era Jokowi-JK ini tanpa menjawab apapun, segera kami diringkus dengan tuduhan bohong. Tanpa ada dialog!" sambungnya.
Atas alasan itu, Sri Bintang mengaku tidak akan berbicara ke penyidik seputar tudingan makar, karena tudingan tersebut dianggapnya memang tidak ada.
"Sekarang saya diminta bicara sebagai "saksi mahkota " untuk tersangka lain dalam perkara yang sama, bagi saya membikin saksi mahkota adalah tindakan keji para penyidik. Para ahli hukum pun menilai itu sebagai upaya "kehabisan akal " tidak rasional, tidak profesional, hanya terjadi di negara fasis dan komunis, model George W. Bush, penjahat Guantanamo! Karena itu, saya menolak menjadi saksi mahkota," tegasnya. [rmol]
Loading...