Loading...
RadarUmat - Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ali Mukartono membeberkan alasan pihaknya tidak ingin menjadikan Edward Omar Sharif Hiariej sebagai saksi ahli pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam persidangan kasus dugaan penistaan agama.
Menurut Ali, saat itu Edward sempat memberikan ultimatum kepada anggota tim JPU dengan menyatakan bahwa bila jaksa tidak mengajukan dirinya, maka akan mengajukan ke penasihat hukum.
"Padahal kami waktu itu niatnya (ingin) mengajukan. Karena seperti itu, berarti asumsi saya terjadi hubungan, penasihat hukum dengan yang bersangkutan," kata Ali di gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (14/3/2017).
"Padahal yang bersangkutan tahu bahwa dia menjadi ahli itu yang mengajukan penyidik, bukan penasihat hukum. Makanya seperti itu ya sudah, kita gak ajukan," jelasnya.
Lebih lanjut, Ali menerangkan, bila saksi ahli Edward Omar merasa keberatan, maka harus dilakukan pada saat persidangan, bukan di luar persidangan.
"Kalau di luar kan tidak berlaku," tegasnya.
Sebelumnya, majelis Hakim sidang kasus dugaan penistaan agama menolak ahli hukum pidana asal Universitas Gadjah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej, yang diajukan oleh terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Hakim meminta kuasa hukum Ahok menghadirkan ahli setelah semua saksi yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) selesai diperiksa.
"Kalau ada tambahan saksi yang di luar BAP, kalau saudara memeriksa ahli boleh, asal enggak menghadirkan saksi fakta lagi. Enggak ada fakta tambahan," kata Ketua Majelis Hakim, Dwiarso Budi Santiarto, dalam persidangan, Selasa 14 Maret 2017.
" Kalau masih ada fakta tambahan ahlinya enggak diperiksa, agar BAP bisa sistematis," tambah Dwiarso. Usai penolakan tersebut, Edward diminta meninggalkan ruang persidangan.
Selain Edward, pengacara Ahok juga akan menghadirkan empat saksi asal Bangka Belitung yakni dua Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bangka Belitung, Juhri dan Ferry Lukmantara, seorang sopir bernama Suyanto yang berasal dari Belitung Timur, serta teman Sekolah Dasar (SD) Ahok bernama Fajrun yang juga berasal dari Belitung Timur. [tsc]
Menurut Ali, saat itu Edward sempat memberikan ultimatum kepada anggota tim JPU dengan menyatakan bahwa bila jaksa tidak mengajukan dirinya, maka akan mengajukan ke penasihat hukum.
"Padahal kami waktu itu niatnya (ingin) mengajukan. Karena seperti itu, berarti asumsi saya terjadi hubungan, penasihat hukum dengan yang bersangkutan," kata Ali di gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (14/3/2017).
"Padahal yang bersangkutan tahu bahwa dia menjadi ahli itu yang mengajukan penyidik, bukan penasihat hukum. Makanya seperti itu ya sudah, kita gak ajukan," jelasnya.
Lebih lanjut, Ali menerangkan, bila saksi ahli Edward Omar merasa keberatan, maka harus dilakukan pada saat persidangan, bukan di luar persidangan.
"Kalau di luar kan tidak berlaku," tegasnya.
Sebelumnya, majelis Hakim sidang kasus dugaan penistaan agama menolak ahli hukum pidana asal Universitas Gadjah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej, yang diajukan oleh terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Hakim meminta kuasa hukum Ahok menghadirkan ahli setelah semua saksi yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) selesai diperiksa.
"Kalau ada tambahan saksi yang di luar BAP, kalau saudara memeriksa ahli boleh, asal enggak menghadirkan saksi fakta lagi. Enggak ada fakta tambahan," kata Ketua Majelis Hakim, Dwiarso Budi Santiarto, dalam persidangan, Selasa 14 Maret 2017.
" Kalau masih ada fakta tambahan ahlinya enggak diperiksa, agar BAP bisa sistematis," tambah Dwiarso. Usai penolakan tersebut, Edward diminta meninggalkan ruang persidangan.
Selain Edward, pengacara Ahok juga akan menghadirkan empat saksi asal Bangka Belitung yakni dua Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bangka Belitung, Juhri dan Ferry Lukmantara, seorang sopir bernama Suyanto yang berasal dari Belitung Timur, serta teman Sekolah Dasar (SD) Ahok bernama Fajrun yang juga berasal dari Belitung Timur. [tsc]
Loading...