Loading...
Menjadi perempuan, kerap identik dengan ketidakmampuan dan ketidakberdayaan. Namun, bagi Severn Suzuki, menjadi perempuan tidak menghalanginya untuk berbicara lantang di depan para pemimpin dunia.
Kisah yang datang dari tahun 1992 ini, lebih 20 tahun lalu, adalah cerita Severn selaku pendiri Enviromental Children’s Organization (ECO), yakni sebuah kelompok yang berisi anak-anak yang “mewakafkan” dirinya guna belajar dan mengajarkan anak-anak lain tentang persoalan lingkungan. Bukan hanya bertindak “sebagai perempuan”, Severn sebenarnya baru berusia 12 tahun kala itu.
ECO diundang menghadiri konferensi lingkungan hidup yang digelar oleh United Nations atau PBB, dan dipersilakan memberikan pidato terkait dengan tema. Selaku ketua organisasi, Severn pun maju dan mengheningkan keadaan dengan kata-katanya yang tajam, mengena, dan seolah tak mengenal rasa takut.
Setelah memperkenalkan diri dan organisasinya, Severn meminta “para orang dewasa” harus mengubah “cara” hidup selama ini. Severn mengatakan ia tak punya agenda tersembunyi. Yang ia inginkan hanyalah masa depan bagi dirinya dan semua generasi mendatang.
Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kalah dalam pemilihan umum atau rugi dalam pasar saham. Bahwa ia ada di ruangan itu untuk mewakili anak yang kelaparan di seluruh dunia, yang tangisannya tidak lagi terdengar. Severn berada di sana untuk berbicara bagi binatang yang sekarat yang tidak terhitung jumlahnya di seluruh planet ini karena kehilangan habitatnya.
Severn kemudian mengungkapkan rasa takutnya di bawah sinar matahari karena berlubangnya lapisan ozon. Ia merasa takut untuk bernafas karena tidak tahu ada bahan kimia apa yang dibawa oleh udara. Ketika ia memancing di Vancouver bersama ayahnya, ia kerap menemukan ikan-ikan yang penuh dengan kanker.
Binatang dan tumbuhan yang punah tiap hari. Padahal, Severn punya mimpi: melihat kumpulan besar binatang liar, hutan rimba dan hutan tropis yang penuh dengan burung dan kupu-kupu. Tetapi, ia tak tahu apakah ada yang hal semacam itu tersisa untuk anaknya nanti.
“Apakah Anda sekalian harus khawatir terhadap masalah kecil ini ketika Anda sekalian masih berusia sama seperti saya sekarang?” Tanya Severn pada para pemimpin dunia. Seluruh tragedi itu terjadi di hadapan mereka, tapi sikap para pemimpin masih tak acuh, seolah masih punya banyak waktu dan semua pemecahannya.
“Saya hanyalah seorang anak kecil dan saya tidak memiliki semua pemecahannya, tetapi saya ingin Anda sekalian menyadari bahwa Anda sekalian juga sama seperti saya! Anda tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki lubang pada lapisan ozon kita. Anda tidak tahu bagaimana cara mengembalikan ikan salmon ke sungai asalnya.
Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan binatang yang telah punah. Dan Anda tidak dapat mengembalikan hutan-hutan seperti sediakala di tempatnya yang sekarang hanya berupa padang pasir. Jika Anda tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya, tolong berhentilah merusaknya!” tegur Severn keras.
Dia tahu dia tengah berhadapan dengan para delegasi negara-negara dunia. Pengusaha, anggota perhimpunan, wartawan atau politisi. Namun Severn juga mengingatkan bahwa para pemimpin tersebut adalah ayah dan ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi, serta anak dari seseorang.
Mengingatkan bahwa manusia saling berbagi udara, air, dan tanah di planet yang sama. Perbatasan dan pemerintahan tidak akan mengubah hal tersebut, bahwa kita menghadapi permasalahan yang sama dan kita seharusnya bersatu untuk tujuan yang sama.
Severn juga mengingatkan para pemimpin untuk berhenti saling menyerang dan berperang. Ia prihatin bagaimana di sekolah, bahkan di taman kanak-kanak, orang dewasa mengajarkan anak-anak kecil ntuk berbuat baik, jangan berkelahi dengan orang lain., mencari jalan keluar, membereskan kekacauan yang kita timbulkan. Tidak menyakiti makhluk hidup lain, berbagi, dan tidak tamak. Lalu, mengapa kini banyak pemimpin justru melakukan hal yang mereka larang pada orang lain?
“Jangan lupakan mengapa Anda menghadiri konferensi ini. Mengapa Anda melakukan hal ini, kami adalah anak Anda semua. Anda sekalianlah yang memutuskan dunia seperti apa yang akan kami tinggali. Orang tua seharusnya dapat memberikan kenyamanan pada anak mereka dengan mengatakan, ‘Semuanya akan baik-baik saja.’
Kami melakukan yang terbaik yang dapat kami lakukan dan ini bukanlah akhir dari segalanya, tetapi saya tidak merasa bahwa Anda dapat mengatakan hal tersebut kepada kami lagi. Apakah kami bahkan ada dalam daftar prioritas Anda semua? Ayah saya selalu berkata, 'Kamu akan selalu dikenang karena perbuatanmu, bukan oleh katamu.'
Jadi, apa yang Anda lakukan membuat saya menangis pada malam hari. Kalian orang dewasa berkata bahwa kalian menyayangi kami. Saya menantang Anda, cobalah untuk mewujudkan kata tersebut.”
Setelah Severn menutup pidatonya, para delegasi negara-negara tersebut serempak berdiri dan memberikan standing applause. Tidak cukup sampai di sana, Ketua PBB pun dalam pidatonya mengatakan, “Hari ini saya merasa sangatlah malu terhadap diri saya sendiri karena saya baru saja disadarkan betapa pentingnya linkungan dan isinya oleh anak yang hanya berusia 12 tahun, yang maju berdiri di mimbar ini tanpa selembar pun naskah untuk berpidato, sedangkan saya maju membawa berlembar naskah yang telah dibuat oleh assisten saya….”
Menjadi perempuan bukan berarti Anda kehilangan hak untuk mengatakan kebenaran. Sebab kebenaran milik siapa pun yang mengetahuinya, dan kemudian mengatakannya pada seluruh dunia.[Fatih Zam/Sumber: pustakanilna.com]
Loading...